Minggu, 28 September 2008

5 Prinsip orang Singapura

Kemarin saya dapat kiriman E-mail yang isinya cukup menarik untuk disharingkan. Artikel tersebut menginformasikan tentang 5 prinsip dasar kesederhanaan hidup yang dimiliki oleh orang Singapura :
  1. One wife
  2. Two children
  3. Three bedrooms
  4. Fourwheels
  5. Five thousand dollar a month (at least)
Lihat kesederhanaan prisip ini, orang Singapura berkomitmen untuk punya hanya 1 istri, 2 anak saja, 1 buah mobil, tinggal di rumah/apartemen tidak perlu besar cukup 3 kamar, tapi punya penghasilan minimal $50.000 sebulan atau sekitar 50.000.000 sebulan!!! What a wonderful life!


Selasa, 16 September 2008

Sinetron Indonesia

Berikut ini adalah adegan yang sering muncul di sinetron Indonesia akhir-akhir ini dan sepertinya menjadi wajib ada.
  1. Tokoh yang sangat baik (biasanya cantik/ganteng, miskin, teraniaya dan sial terus sampe episode terakhir)
  2. Tokoh yang sangat jahat ( bisa cantik/ganteng juga tapi matanya tajam dan suka diputar-putar atau diarahkan ke kiri atau ke kanan sambil tersenyum sinis, ini menandakan bahwa tokoh ini sedang menemukan ide brillian super jahat)
  3. Tokoh yang baik biasanya suka menangis, dan matanya suka bergetar-getar redup sambil berkaca-kaca.
  4. Adegan pertemuan antara tokoh cowok dan cewek, biasanya kalo di kampus atau sekolah tabrakan sampe bukunya tercecer, terus berpandangan dengan mata terheran-heran sayu.
  5. Kalo ketemunya di jalan maka biasanya tersrempet atau hampir tertabrak mobil tokoh cowok atau tokoh cewek, dan pasti mereka buang waktu untuk berpandangan beberapa saat walaupun kondisi lalu lintas lagi rame.
  6. Ada adegan penculikan.
  7. Ada adegan amnesia/ lupa ingatan setelah si tokoh hilang beberapa waktu.
  8. Biasanya si tokoh jahat sadar setelah tabrakan atau sakit mau meninggal.
  9. Akhir-akhir ini tokoh baik selalu miskin dan disukai oleh tokoh yang kaya tapi dimusihin sama tokoh lain yang kaya juga.
  10. Setelah episode 20 biasanya ceritanya mulai berantakan, kalo ada tokoh yang bintangnya mungkin mengundurkan diri maka ada adegan operasi plastik.
Kalo ada sinetron yang pakemnya di luar ciri-ciri ini saya akan nonton sinetron lagi.

Dunia tanpa sekolah 4

Belajar kapan saja

Munculnya kesadaran belajar, akan membuat belajar sebagi sebuah kegiatan yang mengasyikkan, karena bisa dilakukan tanpa beban. Kecenderungan anak sekolah menjadi malas belajar adalah karena ada garis tajam antara JAM BELAJAR dan JAM BERMAIN, akibatnya terjadi perbedaan persepsi yang menekan ketika JAM BELAJAR datang.
Jam belajar adalah jam ketika mereka harus duduk diam, memandangi buku, bergerak sedikit sudah ada suara SSSSSSTTTT.....
Akhirnya apa yang terjadi? Mereka menunggu jam belajar selesai! Mereka tidak sedang belajar di JAM BELAJAR.
Di dunia yang saya impikan adalah ketika waktu belajar tidak lagi didefinisikan dan ditentukan sebagai waktu belajar. Tetapi semuanya berjalan alamiah. Bukan saja anak-anak, tetapi orang dewasa juga mengalami hal yang sama, mereka terus belajar kapan saja, memperoleh pengetahuan baru, keahlian baru dsb. Sehingga kaum yang tidak sekolah formilpun akan mendapat sebutan terpelajar, dan tidak ada lagi dikotomi terpelajar dan tidak terpelajar.

BELAJAR DARI SIAPA SAJA

Di atas sudah saya kemukakan bahwa belajar tidak harus dikonotasikan dengan jam belajar khusus, tetapi sebagai sebuah kegiatan yang alamiah. Pertanyaannya dari mana memndapatkan nara sumber untuk belajar?
Jawabnya sederhana, dari siapa saja. Jika kita ingin ahli dalam bidang penataan rambut, kita bisa datang ke sebuah salon, berkenalan dan kita bisa magang tanpa dibayar di tempat tersebut. (Tentunya hal ini mungkin ketika kesadaran belajar sudah ada di setiap orang dan sudah ada sosialisasi tetang program belajar cara baru ini.)
Sambil magang di tempat tersebut kita bisa belajar bagaimana teknik menata rambut, sekaligus mencoba praktek. selanjutnya....

Adanya sebuah lembaga yang mengakreditasi dan sertifikasi hasil suatu kegiatan belajar!!!

Di sini hal yang memungkinkan sebuah dunia tanpa sekolah bisa berjalan. Peran pemerintah!!! ya.. karena sebuah dunia tanpa sekolah menjadi ideal ketika ada sebuah lembaga yang secara resmi mengakreditasi sebuah hasil belajar.
Prakteknya adalah sebagai berikut. Misal saya belajar tentang internet dari seorang pakar internet marketing, saya belajar dari apa yang dia tulis, saya belajar juga dari sumber-sumber lain, sehingga seiring berjalannya waktu keahlian saya berkembang setara dengan S2 bidang marketing misalnya. Nah....siapa yang bisa memberikan pengakuan atas hasil belajar ini? saya tidak mungkin membuat ijazah sendiri, stempel sendiri dan memwisuda diri sendiri dan menyatakan bahwa saya setara dengan S2 bidang marketing. Ini bisa gila dan mengacaukan sistem.

Nah seandainya ada lembaga resmi yang diselenggarakan atau disahkan oleh pemerintah untuk mengakreditasi setiap hasil belajar dari seseorang maka saya akan mungkin untuk mendapatkan pengakuan secara formil akademik. Jadi saya tinggal mendaftarkan diri, mengajukan permintaan untuk diuji sesuai keahlian dan pengetahuan saya, dan hasil dari ujian tersebut saya akan diberikan strata atas hasil penilaian dari tim ini. Misal ternyata hasil belajar saya selama 2 tahun belum bisa disetarakan dengan S2 , tetapi baru bisa setingkat diploma atau D3. Nah...bukankah ini menyelesaikan masalah bagi mereka yang tidak punya kesempatan unutk kuliah di unversitas?

Setiap orang, siapapapun, kapanpun, dari latar belakang apapun, kondisi ekonomi bagaimanapun akan bisa mendapatkan pengakuan secara formal atas hasil belajarnya.
Hal ini sangat mungkin terjadi, dan semoga brainstorming ini bisa diakses oleh seseorang yang mampu untuk membuatnya menjadi kenyataan

Sekian.....